Selasa, 05 Juli 2011

My Own Fiction (Three)


Kuawali hariku dengan memecahkan piring. Hey bukan mauku untuk memecahkannya! Hanya saja beberapa jam ini aku tidak dapat berpikir jernih. Entah apa , ada sesuatu yang membuatku gelisah. Kuletakan piring yang sudah hancur berserakan ke dalam tong sampah. Sepertinya berhenti dulu saja.
Aku sedang memperhatikan lingkungan sekitar dari jendela, sampai mataku menangkap mobil polisi yang melaju dan berhenti di rumah Myungsoo-oppa. Ada apa ya?
Aku pun keluar dari rumah nenek, aku mencari sudut yang baik mengintip, well jangan bilang tindakanku ini salah, aku hanya seorang gadis yang penasaran saja.
“… Anakmu kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Ia menghindari menabrak seorang ibu dan anaknya namun ia tertabrak truk saat berusaha melakukan itu. Ia tidak sadarkan diri setelahnya. Truk, ibu, dan anaknya baik-baik saja, tetapi anakmu harus menjalani perawatan dan motornya rusak parah.”
“Anak brengsek! Sampai kapan dia mau menyusahkanku! ….”

Myungsoo… kecelakaan? Aku berlari, pulang ke rumah nenek, aku harus memberitahukan ini kepada nenek.

“Apa? Myungsoo kecelakaan?”
Wajah nenek memperlihatkan seberapa khawatir dirinya, “Iya nek, karena itu sekarang aku ingin menjenguknya. Tidak apa-apa kan nek?”
“Baiklah. Ah tapi jangan pergi dengan tangan kosong! Sebentar akan nenek buatkan makanan untuknya, nenek ragu ia akan memakan makanan rumah sakit. Nenek rasa ia pemilih dalam hal makanan.”
“Baik nek.”

Setelah beberapa menit berlalu, nenek memberikanku sebuah kotak bekal. Aku pun berpamitan dan pergi untuk menjenguk Myungsoo-oppa.

"Bagaimana aku bisa hidup dengan barang itu?!"
"Myungsoo-ssi!"

Sepertinya ada yang terjadi padanya. Apa sebaiknya aku tidak menengoknya? Ah tidak Hexu, kau harus melihat keadaannya. Aish! Kubalikan tubuhku menghadap dinding, sepertinya rasanya langkahku akan semakin berat jika aku langsung masuk ke dalam. Beberapa menit kemudian kulihat dokter dan suster keluar dari kamarnya. Mungkin ini saat yang tepat untuk masuk ke dalam.

"Myungsoo."

"Kau.. Kenapa kau ada disini? Ha..hah?"

Ia tampak terkejut melihat kehadiranku disini, aku pun berjalan mendekat dan mendorongnya untuk duduk dengan tenang kembali.
"Ayahmu."

"Apa?!"

"Ayahmu ditanyai tentang ini tadi pagi oleh polisi. Anakmu kecelakaan.. Motornya rusak.. Truknya baik2 saja. Yah, dia nampak marah. Sangat marah.",
"Aku.. Anggap saja aku mencuri dengar."

"... Per***** dengannya."

"HUSH!" Kututup mulutnya, sepertinya anak ini terlalu sering dimarahi dengan kata-kata yang kasar. Berhenti mengumpat seperti itu! Aku tidak suka!"

Ia tampak heran, ah sebaiknya sekarang ia makan. Kubuka kotak bekalku dan ku keluarkan sekotak kimchi dari tasku. "Ini, nenek menyuruhku membawakan makanan untukmu. Menurut nenek kau anak yang suka pilih2 makanan, siapa tahu kau tidak mau makan makanan rumah sakit." Ucapku sembari mencampurkan nasi hangat dengan kimchi dan sayuran.

"Err.."

Wajahnya yang memerah sudah cukup memberikan jawaban terhadap analisa nenek, dan ya nenek benar.

"Bagaimana nenek tahu?"

Bagaimana? Ah setelah di ingat-ingat ia memang menyisakan beberapa makanannya saat makan bersama nenek.  "Kau menyisakan bakso ikan dan paprika kemarin. Hihi. Seperti anak kecil saja."

"... Ba.. Bawel."

Aku menyendok nasi dan kimchi dan menyodorkannya padanya. "Ayo Myungsoo-oppa! Aaa.."

Seperti yang kuperkirakan. Ia menolaknya.

"Apa.. Apa apaan sih! Aku bisa makan sendiri!"

Ia merebut kotak makan dariku dan memakannya dengan lahap. Ia seperti anak kecil yang kekurangan makan saja. "Makanmu lahap sekali. Sepertinya kau sudah sehat."

Tiba-tiba saja ia membanting gelas ke meja. Apa aku salah berbicara? "O.. Oppa?"

"Tidak ada artinya lagi semua ini. Impianku, cita-citaku sudah hilang. Aku pun berpikir apa gunanya aku hidup. Aku hanya akan menyusahkan pak tua sialan itu." Ia tersenyum… senyum paksa.
"Saat aku sehat saja dia bilang dia hendak membuangku. Apalagi sekarang? Apa gunanya seorang bocah lelaki berkaki satu? Ini bukan zaman bajak laut." Lanjutnya.

Ia meneguk tehnya lagi. Apakah ia kira ia kehilangan segalanya? Ia tidak tahu. Ia tidak merasakan hidup dalam kesendirian dalam waktu yang lama kan? Ia tidak merasa kesepian dalam gelap yang mencekam kan?
Emosi menguasai diriku. Kusibakkan selimutnya dan memperlihatkan satu kakinya yang hilang. "... Begini saja kau bilang kau mau mati?" Sungguh, hanya ini saja? "Kau tidak mau berjuang. Ada orang yang jauh lebih parah darimu."

"... Jangan sok tahu! Kau sehat dan bisa berlari bebas tidak seperti aku!" Teriaknya

Kugigit bibirku. Iya aku sok tahu. Sehat? Aku bahkan tak tahu tentang itu. Aku pun berdiri membawa kotak bekalku, keluar dari kamarnya tanpa mengucapkan satu kata pun. Kubiarkan kakiku membawaku jauh. Setidaknya jauh darinya saat ini. Ia tidak tahu apa pun tentang mati. Ia terlalu meremehkan hidupnya.
Entah berapa jam telah kuhabiskan untuk berjalan. Karena hari sudah gelap, kuputuskan untuk kembali ke rumah nenek. Saat aku sampai, sepertinya nenek telah tidur. Aku pun mencuci kotak yang telah kosong itu. Rasa menyesal menyergapku. Ya mungkin aku terlalu keras padanya. Ia kan tidak tahu apa-apa dan sangat terkejut karena kecelakaan yang di alaminya. Kurasa besok aku harus meminta maaf…

Hari ini kuputuskan, aku harus meminta maaf kepadanya. Aku berjalan menuju ruangannya. Entah mengapa semakin lama, langkahku untuk mendekatinya perlahan semakin berat. Kubuka sedikit pintunya dan melihatnya dari celah…
"MYUNGSOO!" Aku masuk mendekatinya, ia melakukan sesuatu yang sangat bodoh! Kutepis tangannya yang memegang pisau dan kulihat jarinya mengeluarkan darah yang masih mengalir.

"Myungsoo-oppa, wae.. Wae? Kenapa kau melakukan hal bodoh ini?!" Tanpa pikir panjang, aku menarik tangannya dan menghisap jarinya yang mengeluarkan darah. Tolong berhentilah! Jangan membuatnya kekurangan darah. Setelah memastikan darahnya tidak keluar lagi, kuletakan tangannya di pipiku.

Hangat… Tangannya begitu hangat. "Myungsoo-oppa, tanganmu masih begitu hangat. Jangan sia-siakan hidupmu. Banyak orang yang masih menyayangimu. Aku yakin.." Tanpa sadar, air mataku menetes dari kedua mataku.
“Ja.. Jangan tinggalkan aku.. Jangan pergi.." Sungguh, aku tidak mau kehilangannya. Aku tidak mau kehilangan seseorang yang menyadari kehadiranku. Aku tidak mau ia mati, aku tidak mau kehilangan kehangatan ini.
Ia memelukku perlahan.

"... Aniya, aku tidak akan meninggalkanmu, gwenchana. Maafkan aku."

Kuharap sang waktu berhenti saat ini juga.


"Taraaaaa!"

Aku memperhatikannya dengan seksama.

"... A.. Apakah aneh?"

"Oppa kelihatan hebat."

Ia tampak menyeimbangkan kaki palsunya. Ya, ia menggunakan kaki palsu. Kuharap ia akan kembali bersemangat dengan kedua kakinya sekarang ini.

"Tapi.. Tidak bisa.. Aku tidak akan bisa berlari. Tapi setidaknya aku kelihatan normal."

Kutarik senyumku untuknya. Sepertinya ini waktunya mengembalikan senyum tulusnya kembali.

"He.."

Kutarik tangannya sebelum ia dapat memprotes. Kami berhenti di depan ruang perawatan. Sebenarnya selain nenek ada orang yang bisa melihatku. Namun ia tidak dapat memberiku kehangatan seperti Nenek dan Myungsoo. Namun mereka dapat mengukir senyuman di wajahku. Kubuka pintunya dan anak-anak pun mengerumuniku.

"Eonnie!"
"Hexu-noona!"

“Anak-anak!” Sudah lama sekali rasanya aku tidak bertemu mereka. Kusuruh Myungsoo-oppa masuk dan kututup pintunya.
Kucari sosok anak yang sangat kusayang, sayangnya ia pendiam. Ah itu dia. "Ja Eun! Ayo kemari! Ini ada kakak baru untuk kalian!" Ja Eun pun duduk di pangkuanku. Kulihat Myungsoo-oppa sangatlah heran melihat banyak anak-anak disini.
"Mereka anak-anak yatim piatu."
 "Orang tuanya tidak menginginkan mereka karena mereka tidak sehat. Bukankah itu kejam?"
Anak-anak menyodorkan buku cerita kepadaku. "Bacakan bacakaaan."
Kulihat halaman yang mereka inginkan. Wah sepertinya ini semua bagian yang belum kubacakan. "Waaah, banyak sekali! Minta oppa itu bacakan ya setengahnya! Ayo bagi dua barisan!" Kulihat anak-anak mulai membagi kelompoknya, dan tidak sedikit berjalan ke arah Myungsoo-oppa. Dan sepertinya aku berhasil.

tobecontinued







Tidak ada komentar:

Posting Komentar